assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
apa kabar sahabat cerdas??...
kali ini saya akan menyajikan kepada sahabat cerdas sebuah tulisan yang berjudul:
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI
W.G Summer mengemukakan bahwa jenis-jenis kelompok sosial yaitu, in group atau we group dan out group atau others group .
Tentu, analogi cermin ini tidaklah cukup. Cermin tidak dapat memberi persetujuan atau penolakan. Cooley lalu menganalisa variasi konsep-konsep perasaan diri, seperti kebanggaan, kesombongan, kehormatan, kerendahan hati, serta karakteristik lain-lainnya yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kepribadian seseorang. Menurutnya, ada sejumlah varian dalam hubungan antara perasaan diri setiap individu. Misalnya, kepekaan setiap individu bisa berbeda dalam menangkap pandangan orang lain. Boleh juga terjadi perberbedaan tingkat stabilitas dalam mempertahankan suatu jenis perasaan-diri tertentu dalam menghadapi reaksi orang lain yang bertentangan. Mereka berbeda dalam intensitas dan seringnya dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mempertahankan perasaan-diri mereka, berbeda dalam campuran perasaan tertentu yang bersifat positif dan yang negatif yang dihubungkan dengan konsep-diri mereka; juga berbeda dalam hal dimana aspek khidupan mereka sangat erat hubungannya dengan perasaan-diri.
Sebagai contoh, orang yang egoistis tidak peka khususnya terhadap definisi-definisi sosial atau perasaan mereka yang ada di sekitarnya. Orang yang sombong sangat peka dan membutuhkan dukungan sosial terhadap suatu gambaran-dirinya yang tinggi. Orang yang produktif harus memiliki suatu konsep-diri yang tegas, namun ia tidak perlu dinilai sebagai seorang yang sadar diri, karena prestasi mereka mungkin menguntungkan orang lain dan memperoleh dukungan dan penghargaan mereka. Orang yang sedang turun harga dirinya sangat peka terhadap reaksi-reaksi orang lain yang bersifat negatif, dia menggabungkan dengan perasaan-dirinya sendiri sebegitu rupa sehingga yang bersifat positif dari reaksi itu tidak dapat dilihat lagi.
Orang mungkin menemukan perasaan-diri yang tidak selaras dengan reaksi dan perasaan orang lain, sehingga mereka berinisitaif untuk berprilaku defensif agar tidak mendapat ejekan dari orang lain yang memberikan reaksi yang tidak sesuai. Orang lain mungkin sangat tertarik dalam suatu kegiatan sehingga mereka nampaknya terbenam dan tidak sadar akan kesan yang dia buat terhadap orang lain. Beberapa peserta kontes ratu kecantikan, misalnya, akan menganggap badannya itu sangat penting secara fisik, sedangkan orang lain nampaknya lupa akan penampilan fisiknya dan mendefinisikan segi-segi konsep-dirinya menurut, katakanlah, pekerjaan atau posisi ideologisnya. Meskipun perbedaan-perbedaan itu ada, suatu konsep-diri yang muncul dalam suatu isolasi total dari lingkungan sosialnya, mengkin tak akan akan peduli terhadap perasaan dan reaksi orang lain.
2. Kelompok Primer
A. Profil dan riwayat hidup Emile
Durkheim
Lahir di Epinal propinsi Lorraine, Perancis Timur pada tanggal 15 April 1858. Dia termasuk dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi Sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
Dia dilahirkan dalam keluarga agamis namun pada usia belasan tahun minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis. Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut dia merupakan mahasiswa yang serius dan kritis, kemudian pemikiran Durkeim dipengaruhi oleh dua orang profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887. Kemudian masih pada tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang akademik karena prestasinya itu dia dirgai dan diangkat sebagai ahli ilmu sosial di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu sosial di universitas Bourdeaux.
Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Sociological Method. Tahun 1896 diangkat menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang ilmu sosial.
Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (Le-Suicide) dan mendirikan L’AnĂ©e Sociologique (jurnal ilmiah pertama tentang Sosiologi). Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906 dipromosikan sebagai profesor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun keudian (1912) menerbitkan karya keempatnya yaitu The Elementary Forms of Religious Life. Satu tahun setelahnya (1913) kedudukannya diubah menjadi professor ilmu Pendidikan dan Sosiologi. Pada tahun ini Sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan yang sangat terhormat di Prancis.
Tahun 1915 Durkheim mendapat musibah, putranya (Andre) cedera parah dan meninggal. Pada 15 November 1917 (pada usia 59 tahun) Durkheim meninggal sesudah menerima penghormatan dari orang-orang semasanya untuk karirnya yang produktif dan bermakna, serta setelah dia mendirikan dasar Sosiologi ilmiah
.
B. Teori-teori Emile Durkheim
1. Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
a. solidaritas mekanis
solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum represif karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap system moral kolektif. Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
b. solidaritas organic
masyarakat solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif. Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional terhadap pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang.
Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.
2. Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
3. Teori Bunuh Diri (Suicide)
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:
a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama
Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga
Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik
Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil.
Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan politik.
Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:
a. Bunuh Diri Egoistis
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya.
Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
b. Bunuh Diri Altruistis
Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. contoh lain bunuh diri di Jepang (Harakiri).
Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi mengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya.
c. Bunuh Diri Anomic
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan.
Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan.
Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya melekatkan diri.
d. Bunuh Diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.
Hubungan Empat Jenis Bunuh Diri menurut Durkheim
Integrasi Rendah Bunuh diri egoistis
Tinggi Bunuh diri Altruistis
Regulasi Rendah Bunuh diri anomic
Tinggi Bunuh diri fatalistis
4. Teori tentang Agama (The Elemtary Forms of Religious Life)
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan ”a unified system of belief and practices relative to sacret things”, dan selanjutnya “ that is to say, things set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single moral community called church all those who adhere to them.” Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat). Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah kembali.
C. Kritik Terhadap Emile Durkheim
Durkheim mendapat kritik terhadap jalan pikirannya yang tidak kenal kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang membentuk individu-individu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya dianggap berat sebelah. Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab teori-teorinya bukan tak berdasar, melainkan diperoleh dari penelitian-penelitian langsungnya dan dengan metode-metode scientific….
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI
WILLIAM GRAHAM SUMNER
Lahir di
Paterson, New Jersey, Amerika Serikat 30 Oktober tahun 1840. Orang tuanya
adalah keturunan Inggris, berlatar belakang sosial sederhana. Setelah lulus
sekolah, ia belajar
bahasa dan sejarah kuno di Göttingen (1864) dan teologi dan filsafat
di Oxford (1866). Tahun berikutnya ia diangkat sebagai pengajar di Yale. Pada
tahun 1869 ia meninggalkan Yale untuk menjadi rektor gereja-gereja di New York
City dan Morristown, New Jersey. Pada tahun 1872 ia menjadi profesor pertama
dari ilmu politik dan sosial di Yale. Pada tanggal 12 April 1910, Sumner meninggal
dunia di Englewood, New Jersey.
Karyan-karya
William Graham Sumner adalah sebagai berikut;
- Collected essays on political and science (1885)
- What social classes owe to folkways (1907)
- Selected essays of William graham sumner (1924)
- The science of sociology (dengan a.c. keller, 1927)
- Essays of William graham sumner (2 jilid, 1934)
§ klasifikasi kelompok sosial
berdasarkan identitas diri
Klasifikasi W.G. Summer – identifikasi
diri.
W.G Summer mengemukakan bahwa jenis-jenis kelompok sosial yaitu, in group atau we group dan out group atau others group .
a.
In group yaitu : di
dalam in group ada asosiasi ke arah mana tiap-tiap individu anggota kelompok
kesetiaan dan solidaritas dan di situ terdapatlah usaha identifikasi pribadi
satu sama lain ke arah adanya rasa persahabatan, kerja sama, rasa tanggung
jawab, terutama di dalam saat –saat mendesak dan gawat. Mereka didalam in group
mempunyai pola tingkah laku bertindak berpikir yang seragam. Secara teknis
dapat dikatakan bahwa di dalam in group terdapat “we group feeling. Misalnya
pada ucapan-ucapan “we do this” atau “we belief”, contoh lainnya yaitu “kami dari Fakultas Ilmu Pendidikan”
dan sebagainya. Sehingga disinilah timbul rasa ke-kami-an dengan adanya faktor
simpati di antara anggota-anggota kelompknya, biasanya di dalam in group
perasaan terhadap orang bervarisi dan sikap ramah tamah dan good will hingga
solidaritas mati-matian.
Contoh
:
Siswa sebuah SMA akan merasa memiliki ikatan dengan sekolahnya hingga ia akan mengatakan “sekolah kami” kepadia siswa sekolah lain ketika mereka berjumpa
Siswa sebuah SMA akan merasa memiliki ikatan dengan sekolahnya hingga ia akan mengatakan “sekolah kami” kepadia siswa sekolah lain ketika mereka berjumpa
b.
Out group yaitu :
sikap out group ditandai dengan kelainan yang berwujud antagonism atau
antipasti. Kelompok sosial jenis ini adalah kelompok sosial yang oleh individu
diartikan sebagai lawan in groupnya. Disini terdapat pola tingkah laku
“their-feeling” . Implikasi di dalam percaturan interaksi sosial hal ini
terjadi dalam hubungan antara in-group yang satu dengan in group lain.
Individu-individu in-group yang satu memandang individu-individu in-group yang
lain dengan tendese-tendese persaingan dan kebencian, misalnya ada
percakapan-percakapan, “Ah, itu kan kepunyaan mereka, sedangkan ini punya
kami”. “ Kami harus bertindak agar mereka kalah”
Contoh
:
o
Ketika
konflik social terjadi antar penduduk kampong,maka perasaan dan anggapan out
group akan membahayakan in group,sehingga solidaritas pada kelompok dalam
semakin kuat sedangkan prasangka pada kelompok luar semakin tajam.
Klasifikasi berdasarkan Sistem hubungan.
Klasifikasi berdasarkan Sistem hubungan.
o pada
masyarakat Badui Dalam. Mereka adalah kelompok dalam (in-gorup) yang memiliki
beberapa ciri khusus dan aturan mengikat yang hanya dimiliki kelompok tersebut.
o Di
antaranya, anggota kelompok tersebut dilarang keras untuk menerima teknologi
dari luar, karena diyakini teknologi dari luar akan membuat kehidupan mereka
tidak nyaman. Sedangkan masyarakat Badui Luar yang ada di luar kelompok
tersebut disebut sebagai kelompok luar (out-group), karena mereka tergolong
suku Badui yang menerima segala bentuk perubahan.
Di
kalangan kelompok dalam dijumpai per-sahabatan, kerja sama, keteraturan, dan
kedamaian. Apabila kelompok dalam berhubungan dengan kelompok luar, maka yang
terjadi adalah rasa kebencian, permusuhan, perang, atau perampokan. Rasa
kebencian ini diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain dan
menimbulkan perasaan kelompok dalam (in-group feeling). Anggota kelompok dalam
menganggap kelompok mereka sendiri sebagai pusat segala-galanya (ethnocentris).
§ Sekilas
Mengenai William Graham Sumner (1840-1910)
Lahir
di Paterson, New Jersey, Amerika Serikat 30 Oktober tahun 1840. Orang tuanya
adalah keturunan Inggris, berlatar belakang sosial sederhana. Setelah lulus
sekolah, ia belajar bahasa dan
sejarah kuno di Göttingen (1864) dan teologi dan filsafat di Oxford (1866).
Tahun berikutnya ia diangkat sebagai pengajar di Yale. Pada tahun 1869 ia
meninggalkan Yale untuk menjadi rektor gereja-gereja di New York City dan
Morristown, New Jersey. Pada tahun 1872 ia menjadi profesor pertama dari ilmu
politik dan sosial di Yale. Pada tanggal 12 April 1910, Sumner meninggal dunia
di Englewood, New Jersey.
Karyan-karya William Graham Sumner
adalah sebagai berikut;
- Collected essays on political and science (1885)
- What social classes owe to folkways (1907)
- Selected essays of William graham sumner (1924)
- The science of sociology (dengan a.c. keller, 1927)
- Essays of William graham sumner (2 jilid, 1934)
William
Graham Sumner adalah seorang akademisi berkebangsaan Amerika yang menjadi
pengajar ilmu sosiologi pertaman di Yale College. Selama bertahun-tahun
mengajar, Sumner memiliki reputasi sebagai salah satu guru yang paling
berpengaruh di Yale College.
Sumner
lahir di Paterson, New Jersey pada tanggal 30 Oktober 1840. Dia adalah putra
pasangan Thomas Sumner, yang berkerja sebagai tukang reparasi mesin kereta api
dengan istrinya yang berkebangsaan Inggris. Pada tahun 1863, Sumner berhasil
menyelesaikan studinya dan lulus dari Yale College. Di universitas tersebut,
Sumner pernah menjadi anggota Skull and Bones, sebuah perkumpulan elit dan
rahasia yang diperuntukkan bagi mahasiswa di Yale.
Sebagai
seorang sosiolog, Sumner telah memberikan kontribusi cukup besar kepada
perkembangan ilmu sosiologi dengan mengembangkan konsep folkways etnosentrisme.
Sistem sosiologi Sumner didasarkan pada konsep in-group dan out-group.
Masyarakat
merupakan peleburan dari kelompok-kelompok sosial. Kebiasaan dan tata kelakuan
merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana harus memperlakukan warga-warga
sekelompok maupun warga-warga dari kelompok lainnya. Apabila suatu kebiasaan
dianggap demikian pentingnya bagi kesejahteraan kelompok sosial, maka kebiasan
tersebut menjadi tata kelakuan atau moral kelompok yang mempunyai sanksi-sanksi
yang tegas.
Menurut
Sumner ada empat dorongan yang universal dalam diri manusia yaitu rasa lapar,
rasa cinta, rasa takut dan rasa hampa. Dari dorongan teersebut timbullah
kepentingan-kepentingan yang menyebabkan terjadinya pola-pola kegiatan
kebudayaan. Karena itu, keempat dorongan tersebut merupakan kekuatan-kekuatan
sosial yang terpokok. Teori Spencer ini sendiri lebih berpengaruh terhadap
sosiologi Amerika awal dikarenakan Spencer menulis dan menjelaskan konsepnya
menggunakan bahasa Inggris, sedangkan teoritisi lain tidak.
Selain
itu, Sumner menulis dan menjabarkan pengertian nonteknis yang menyebabkan
karyanya mudah diterima oleh kalangan yang lebih luas. Teorinya bersifat
menerangkan bagi masyarakat yang tengan menjalani proses industrialisasi.
SOERJONO SOEKANTO
Soerjono Soekanto, adalah
Lektor Kepala Sosiologi dan Hukum Adat
di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Soerjono Soekanto
Pernah menjadi Kepala Bagian Kurikulum Lembaga Pertahanan Nasional (1965-1969).
Ia juga pernah menjadi Pembantu Dekan Bidang Administrasi pendidikan Fakultas
ilmu-ilmu sosial, Universitas Indonesia (1970-1973), dan kini menjadi pembantu
Dekan bidang Penelitian dan Pengabdian masyarakat
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (sejak tahun 1978) yang bersangkutan
tercatat sebagai Southeast Asian Specialist pada Ohio University dan menjadi
Founding Member dari World Association of Lawyers.[1]
Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Universitas Indonesia (1965),
sertifikat metode penelitian ilmu-ilmu sosial dari Universitas Indonesia (1969), Master of Arts dari
University of California, Betkeley (1970), Sertifikat dari Academy of American
and International Law, Dallas (19972) dan gelar doktor Ilmu Hukum dari
Universitas Indonesia (1977).[1]
Diangkat sebagai Guru besar sosiologi hukum Universitas Indonesia (1983).[1]
Prof. DR. Soerjono Soekanto, S.H.,
M.A[2].
adalah anak tunggal keluarga Prof.Dr. Soekanto, S.H. yang memegang teguh pesan
ayahnya. "Tidak boleh mencampuri urusan orang lain, peri laku harus nyata,
kalau membantu orang jangan mengharap imbalan," kata Soerjono Soekanto,
mengulangi pesan sang ayah. Pesan itu dibawanya dalam mendidik ketiga anaknya.
Ia tidak memaksa anak-anaknya memilih jurusan di perguruan tinggi. Juga tidak
memanjakannya. "Dulu saya juga tidak dimanja," katanya.
Soerjono Soekanto, yang
dibesarkan di Jakarta, mengaku lahir dari keluarga "setengah
seniman". Ayahnya yang guru besar sejarah dan hukum adat FS UI itu suka
main biola. Ibunya, Sri Suliyah, gemar bermain piano. Ia sendiri pada masa mudanya
pernah ikut Orkes Keroncong Tetap Segar.
Ketika berusia 19 tahun,
Soerjono diminta menjadi asisten Prof. Soeyono Hadinoto dalam kuliah sosiologi.
"Kebetulan ada mahasiswi yang gua taksir, tapi gua ditolaknya. Gua mikir,
'gimana kalau ujian gua lulusin apa enggak," katanya dalam dialek Betawi.
Soerjono memang suka berseloroh.
Tetapi, sebagai dosen, ia sangat
memegang disiplin. Terlambat satu menit saja, mahasiswanya tidak diizinkan
mengikuti kuliahnya. Kini ia tidak saja mengajar di FH UI, melainkan juga di
Perguruan Tinggi Hukum Militer, Universitas Sriwijaya, dan beberapa universitas
swasta di Jakarta.
Banyak menulis tentang masalah
hukum di beberapa media, doktor lulusan UI, 1977 -- disertasinya: Kesadaran
Hukum dan Keputusan Hukum -- ini melihat bahwa kesadaran hukum warga masyarakat
dan pejabat masih rendah. "Mereka hanya tahu dan mengerti. Tetapi, peri
laku nyata belum sesuai," katanya.
Pendidik yang senang musik
klasik dan jazz ini selalu berbicara terbuka. Ia sangat prihatin karena banyak sarjana
yang malas menulis. Ia mengharapkan agar kebiasaan menulis digalakkan di
kalangan mahasiswa. Namun, ia juga melihat, ada beberapa dosen muda yang
berhenti menulis hanya karena dosen seniornya tidak ingin dilangkahi.
Celakanya, dosen senior itu pun jarang menulis. Soerjono sendiri mengaku
memegang disiplin dalam menulis. "Paling tidak sehari satu halaman,"
katanya. Bila mengantar istrinya ke dokter, ia menunggu di mobil untuk membaca
atau menulis.
Soerjono, yang sudah
ditinggalkan ibunya sejak berusia 5 tahun, hampir tidak mengenali wajah
Almarhumah. Sebagai anak tunggal ia ditempa untuk berdisiplin dan teratur,
tanpa kehilangan kebebasan. Didikan sang ayah menyebabkannya juga ingin
mengimbangi ayahnya, dengan meraih beberapa gelar. Tahun 1983, Soerjono pun
berhasil mengimbangi ayahnya setelah dikukuhkan menjadi guru besar di UI.
Menikah dengan Nani Wardani,
1962, ia dikaruniai empat anak.
Soerjono Soekanto, adalah Lektor
Kepala Sosiologi dan Hukum Adat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Soerjono Soekanto Pernah menjadi
Kepala Bagian Kurikulum Lembaga Pertahanan Nasional (1965-1969).
Ia juga pernah menjadi Pembantu
Dekan Bidang Administrasi pendidikan Fakultas ilmu-ilmu sosial, Universitas
Indonesia (1970-1973), dan kini menjadi pembantu Dekan bidang Penelitian dan
Pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia (sejak tahun 1978)
yang bersangkutan tercatat sebagai Southeast Asian Specialist pada Ohio
Univercity dan menjadi Founding Member dari World Association of Lawyers.
Ia mendapat gelar Sarjana Hukum
dari Fakultas Universitas Indonesia (1965), sertifikat metode penelitian
ilmu-ilmu sosial dari Universitas Indonesia (1969), Master of Arts dari
University of California, Betkeley (1970), Sertifikat dari Academy of American
and International Law, Dallas (19972) dan gelar doktor Ilmu Hukum dari
Universitas Indonesia (1977).
Diangkat sebagai Guru besar
sosiologi hukum Universitas Indonesia (1983).
Karya-karyanya
Berikut ini merupakan karya-karya dari Soerjono
Soekanto:
- Perundang-undangan dan Yurisprudensi (2008), diterbitkan oleh PT Citra Aditya Bakti.
- Hukum Adat Indonesia, Soerjono Soekanto (2008), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (2008), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
- Sosiologi Suatu Pengantar (2006), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
- Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (2006), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
- Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (2006), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (2008), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
- Mengenal 7 Tokoh Sosiologi (2002), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
Karya Tulis Penting:
- Kamus Hukum Adat, Alumni, 1978
- Kamus Sosiologi, Rajawali, 1983
- Aspek Hukum dan Etika Kedokteran di Indonesia Grafitipers, 1983
- Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial, Ghalia Indonesia, 1983
Charles Horton Cooley
B. Mengenal Cooley: Sebuah Tinjauan Biografis
1. Keluarga dan Pendidikan
Charles Horton Cooley lahir di Ann Arbor,
Michigan, tahun 1864. Keluarganya pindahan dari Massachusetts ke bagian Barat
New York, kemudian pindah dan menetap di Michigan. Bapaknya menjadi pengacara
yang ambisius dan terpandang, yang pada tahun 1864 dipilih menjadi hakim di
Pengadilan Tinggi Michigan. Cooley menamatkan sarjana mudanya tahun 1887 di
Universitas Michigan. Dia bekerja untuk waktu yang singkat di Interstate
Commerce Commision dan Census Bureau. Dia lalu tertarik untuk bergelut dalam
kehidupan akademis karena kegemarannya untuk membaca, menulis dan merenung. Dia
menamatkan studinya di Universitas Michigan dan ditunjuk untuk satu posisi
fakultas di sana, dan menghabiskan seluruh kehidupan profesinya di situ sampai
meninggal tahun 1929.
2. Pergumulan Intelektual
Ann Arbor adalah kota pelajar yang tenang.
Lingkungan sosial ini telah membentuk watak Cooley sehingga suka menyendiri dan
kontemplatif. Tak heran bila teori sosialnya mencerminkan lingkungan sosial dan
temperamennya. Sewaktu di Michigan Cooley pernah berteman dengan Mead.
Nilai-nilai dan posisi ideologisnya Cooley bersifat progresif seperti Mead dan
kebanyakan kaum intelektual lainnya di Amerika pada waktu itu, Cooley menerima
prinsip dasar evolusi sosial sebagai kunci kemajuan sosial. Namun, Cooley
keberatan terhadap pendekatan organik Spencer, sebagian karena Spencer kurang memperhatikan
tingkat psikologis individu dalam mengemukakan prnsip-prinsip evolusinya, yang
mengatasi individu. Juga, seperti Mead, Cooley tidak menerima
implikasi-implikasi politik Laissez-faire dari teori Spencer.
C. Pemikiran Charles Horton Cooley
C. Pemikiran Charles Horton Cooley
1. Looking-glass Self
Pendekatan organis Spencer memberikan pendasaran
teoritis bagi Cooley untuk melihat saling ketergantungan individu melalui
proses komunikasi sebagai dasar keteraturan sosial. Dalam karyanya yang
terkenal Human Nature and the Social Order, Cooley mengemukakan bahwa individu
dan masyarakat saling berhubungan secara organis. Proposisi ini didasarkan pada
asumsi bahwa manusia lahir dengan perasaan diri (self-feeling) yang tidak jelas
dan belum terbentuk. Pertumbuhan dan perkembangan perasaan diri merupakan hasil
dari proses komunikasi interpersonal dalam suatu lingkungan sosial.
Perkembangannya, seperti proses komunikasi itu sendiri, tergantung pada
pemahaman simpatetis (sympathetic understanding) antara individu yang satu
terhadap yang lain. Dengan pemahaman itu, mereka dapat masuk dan mengambil
bagian dalam perasaan dan ide orang lain. Mereka dapat menangkap apa yang
dipikirkan orang lain. Hal ini tentu berhubungan erat dengan perasaan diri
seseorang. Apakah orang itu senang atau kecewa, menolak atau menyetujui
penampilan dan perilakunya.
Analisis Cooley mengenai pertumbuhan sosial individu yang mengacu pada perasaan diri, sebenarnya mengacu pada gagasan William James tentang “konsep diri-sosial”. Konsep diri di sini dipahami cara seseorang melihat dirinya melalui mata orang lain. Konsep ini kemudian diintrodusir oleh Cooley sebagai looking-glass self.
“Ketika kita melihat wajah, bentuk, dan pakaian kita di depan cermin, dan merasa tertarik karena semuanya itu milik kita… begitu pula dalam imajinasi, kita menerima dalam pikiran orang lain suatu pikiran tentang penampilan, cara tujuan, perbuatan, karakkter dan seterusnya, dan dengan berbagai cara dipengaruhi olehnya.
Suatu ide diri semacam ini nampaknya memiliki tiga elemen yang penting: imajinasi tentang penampilan kita kepada orang lain; imajinasi tentang penilaian penampilan itu, dan suatu jenis perasaan diri, seperti kebanggaan atau malu…”
Analisis Cooley mengenai pertumbuhan sosial individu yang mengacu pada perasaan diri, sebenarnya mengacu pada gagasan William James tentang “konsep diri-sosial”. Konsep diri di sini dipahami cara seseorang melihat dirinya melalui mata orang lain. Konsep ini kemudian diintrodusir oleh Cooley sebagai looking-glass self.
“Ketika kita melihat wajah, bentuk, dan pakaian kita di depan cermin, dan merasa tertarik karena semuanya itu milik kita… begitu pula dalam imajinasi, kita menerima dalam pikiran orang lain suatu pikiran tentang penampilan, cara tujuan, perbuatan, karakkter dan seterusnya, dan dengan berbagai cara dipengaruhi olehnya.
Suatu ide diri semacam ini nampaknya memiliki tiga elemen yang penting: imajinasi tentang penampilan kita kepada orang lain; imajinasi tentang penilaian penampilan itu, dan suatu jenis perasaan diri, seperti kebanggaan atau malu…”
Tentu, analogi cermin ini tidaklah cukup. Cermin tidak dapat memberi persetujuan atau penolakan. Cooley lalu menganalisa variasi konsep-konsep perasaan diri, seperti kebanggaan, kesombongan, kehormatan, kerendahan hati, serta karakteristik lain-lainnya yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kepribadian seseorang. Menurutnya, ada sejumlah varian dalam hubungan antara perasaan diri setiap individu. Misalnya, kepekaan setiap individu bisa berbeda dalam menangkap pandangan orang lain. Boleh juga terjadi perberbedaan tingkat stabilitas dalam mempertahankan suatu jenis perasaan-diri tertentu dalam menghadapi reaksi orang lain yang bertentangan. Mereka berbeda dalam intensitas dan seringnya dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mempertahankan perasaan-diri mereka, berbeda dalam campuran perasaan tertentu yang bersifat positif dan yang negatif yang dihubungkan dengan konsep-diri mereka; juga berbeda dalam hal dimana aspek khidupan mereka sangat erat hubungannya dengan perasaan-diri.
Sebagai contoh, orang yang egoistis tidak peka khususnya terhadap definisi-definisi sosial atau perasaan mereka yang ada di sekitarnya. Orang yang sombong sangat peka dan membutuhkan dukungan sosial terhadap suatu gambaran-dirinya yang tinggi. Orang yang produktif harus memiliki suatu konsep-diri yang tegas, namun ia tidak perlu dinilai sebagai seorang yang sadar diri, karena prestasi mereka mungkin menguntungkan orang lain dan memperoleh dukungan dan penghargaan mereka. Orang yang sedang turun harga dirinya sangat peka terhadap reaksi-reaksi orang lain yang bersifat negatif, dia menggabungkan dengan perasaan-dirinya sendiri sebegitu rupa sehingga yang bersifat positif dari reaksi itu tidak dapat dilihat lagi.
Orang mungkin menemukan perasaan-diri yang tidak selaras dengan reaksi dan perasaan orang lain, sehingga mereka berinisitaif untuk berprilaku defensif agar tidak mendapat ejekan dari orang lain yang memberikan reaksi yang tidak sesuai. Orang lain mungkin sangat tertarik dalam suatu kegiatan sehingga mereka nampaknya terbenam dan tidak sadar akan kesan yang dia buat terhadap orang lain. Beberapa peserta kontes ratu kecantikan, misalnya, akan menganggap badannya itu sangat penting secara fisik, sedangkan orang lain nampaknya lupa akan penampilan fisiknya dan mendefinisikan segi-segi konsep-dirinya menurut, katakanlah, pekerjaan atau posisi ideologisnya. Meskipun perbedaan-perbedaan itu ada, suatu konsep-diri yang muncul dalam suatu isolasi total dari lingkungan sosialnya, mengkin tak akan akan peduli terhadap perasaan dan reaksi orang lain.
2. Kelompok Primer
Perasaan-diri seseorang juga sering ditarik ke
pelbagai kelompok di mana dia menjadi bagiannya. Dalam kondisi seperti itu,
mungkin cara berpikir atau berbicara tentang “keluarga saya”, “klub saya” atau
“tetangga saya” akan diganti dengan “keluarga kami” atau “tetangga kami”.
Seperti dikemukakan oleh Cooley, “diri kelompok” atau “we” tidak lain adalah
“I” yang mencakupi orang lain. Dengan kata lain, orang tersebut telah
mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tertentu dan berbicara atas kemauan
bersama, pandangan, pelayanan, atau yang lain-lainnya menurut “we” dan “us”.
Perasaan “we”, pengalaman antara kesatuan diri
dan orang lain, mula-mula muncul dalam konteks kelompok primer. Cooley
menggambarkan kelompok primer sebagai berikut:
“Kelompok primer saya artikan sebagai kelompok yang ditandai oleh persatuan (association) dan kerja sama tatap-muka yang bersifat intim. Kelompok itu disebut primer dalam beberapa pengertian, terutama sebagai dasar pembentukan sifat sosial dan ideal-idealnya individu. Hasil dari persatuan yang intim itu secara psikologis adalah suatu perpaduan tertentu dari kepribadian-kepribadian (individualities) kelompo, sehingga diri (seseorang), untuk banyak tujuan sekurang-kurangnya, menjadi cermin kehidupan dan tujuan bersama kelompok itu. Mungkin cara yang paling sederhana untuk menggambarkan keseluruhan ini adalah dengan mengatakan bahwa itulah “we”, yang mencakup jenis simpati dan pemahaman timbal-balik yang terjadi secara alamiah. Orang hidup dalam perasaan bersama dan menemukan tujuan-tujuan kehendaknya yang utama dalam perasaan itu”.
“Kelompok primer saya artikan sebagai kelompok yang ditandai oleh persatuan (association) dan kerja sama tatap-muka yang bersifat intim. Kelompok itu disebut primer dalam beberapa pengertian, terutama sebagai dasar pembentukan sifat sosial dan ideal-idealnya individu. Hasil dari persatuan yang intim itu secara psikologis adalah suatu perpaduan tertentu dari kepribadian-kepribadian (individualities) kelompo, sehingga diri (seseorang), untuk banyak tujuan sekurang-kurangnya, menjadi cermin kehidupan dan tujuan bersama kelompok itu. Mungkin cara yang paling sederhana untuk menggambarkan keseluruhan ini adalah dengan mengatakan bahwa itulah “we”, yang mencakup jenis simpati dan pemahaman timbal-balik yang terjadi secara alamiah. Orang hidup dalam perasaan bersama dan menemukan tujuan-tujuan kehendaknya yang utama dalam perasaan itu”.
Contoh-contoh kelompok seperti itu adalah
“keluarga, kelompok bermain anak-anak, dan kelompok tetangga atau komunitas
orang dewasa”. Kelompok persahabatan dan banyak tipe kelompok kerja dapat
ditambahkan dalam daftar ini.
Perlu dicatat di sini, kesatuan kelompok primer
yang ditandai dengan cinta dan keharmonisan bukan berarti tidak memendam
konflik. Kompetisi dan ingin menonjolkan diri antara yang satu dengan yang lain
akan ditemui. Namun, dorongan-dorongan individualistis atau yang bersifat
kompetitif ini sering diperlunak dan diperhalus oleh pemahaman simpatetis antar
individu. Pemahaman simpatetis itulah, yang mendorong kesatuan pada kelompok
itu. Dalam kondisi seperti ini, individu berkembang dan belajar mengungkapkan
perasaan-perasaan sosialnya, seperti kesetiaan dan kerelaan untuk membantu dan
bekerjasama antara yang satu dengan lain.
3. Dari Institusi Sosial ke Masyarakat Demokratis
3. Dari Institusi Sosial ke Masyarakat Demokratis
Kelompok primer juga merupakan dasar bagi
institusi sosial yang lebih besar, yang bersandar pada perasaan-perasaan dan
ide-ide bersama yang digembleng melalui proses komunikasi antarpribadi. Dengan
demikian, akan tercipta satu struktur sosial yang kokoh yang menjamin adanya
keteraturan sosial (social order). Dalam hal ini, Cooley menegaskan:
“Suatu institusi hanyalah suatu tahap dari pikiran orang banyak (publik mind) yang bersifat mapan dan tegas, dia tidak berbeda dalam sifat dan pokoknya dari pandangan umum, meskipun yang sering kelihatan adalah bahwa dia memiliki suatu eksistensi tertentu dan bersifat independen, apalagi kita melihat sifat permanennya dan apalagi kita melihat kebiasaan-kebiasaan serta simbol-simbol di mana institusi itu berselubunng”.
Institusi mungkin memiliki suatu karakter yang nampaknya obyektif, yang kelihatan terlepas dari pandangan umum dan perasaan individu. Tapi kenyataanya, justru tak ada satupun struktur dan institusi serta pola normatifnya dalam masyarakat yang lepas dan keluar dari pikiran dan perasaan individu. Dengan demikian, masyarakat demokratis modern pun bertolak pikiran orang banyak dari seluruh masyarakat yang ditandai oleh perasaan kesatuan yang sama serta kehangatan emosional seperti pikiran kelompok dalam suatu kelompok primer. Begitulah impian Cooley.
D. Implikasi Pemikiran Charles Horton Cooley
“Suatu institusi hanyalah suatu tahap dari pikiran orang banyak (publik mind) yang bersifat mapan dan tegas, dia tidak berbeda dalam sifat dan pokoknya dari pandangan umum, meskipun yang sering kelihatan adalah bahwa dia memiliki suatu eksistensi tertentu dan bersifat independen, apalagi kita melihat sifat permanennya dan apalagi kita melihat kebiasaan-kebiasaan serta simbol-simbol di mana institusi itu berselubunng”.
Institusi mungkin memiliki suatu karakter yang nampaknya obyektif, yang kelihatan terlepas dari pandangan umum dan perasaan individu. Tapi kenyataanya, justru tak ada satupun struktur dan institusi serta pola normatifnya dalam masyarakat yang lepas dan keluar dari pikiran dan perasaan individu. Dengan demikian, masyarakat demokratis modern pun bertolak pikiran orang banyak dari seluruh masyarakat yang ditandai oleh perasaan kesatuan yang sama serta kehangatan emosional seperti pikiran kelompok dalam suatu kelompok primer. Begitulah impian Cooley.
D. Implikasi Pemikiran Charles Horton Cooley
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tekanan
pemikiran Cooley berangkat dari usahanya untuk menemukan asal-usul sosial
dengan pusat perhatian pada saling ketergantungan antara individu dan
masyarakat, konsep diri, dan komunikasi antarpribadi sebagai dasar organisasi
sosial, baik dalam bentuk kelompok primer sampai pada instisusi sosial dan
masyarakat demokratis modern.
Lepas dari kontroversi yang menyertai pemikirannya, Cooley tetap berjasa besar dalam analisa Sosiologi Mikro. Pemikirannya cukup berpengaruh dan memberikan inspirasi, utmanya bagi perintis Teori Interaksi Simbol seperti Mead dan Blumer.
Lepas dari kontroversi yang menyertai pemikirannya, Cooley tetap berjasa besar dalam analisa Sosiologi Mikro. Pemikirannya cukup berpengaruh dan memberikan inspirasi, utmanya bagi perintis Teori Interaksi Simbol seperti Mead dan Blumer.
Ferdinand Tonnies
A. Biografi Ferdinand Tonnies
Ferdinant Tonnies lahir pada tahun
1855 di Schleswig-Holstein, Jerman Timur yang berada di Tanjung
Eiderstedt. Ia belajar di universitas Tubingen di Husum, ia tertarik menjadi
novelis dan penyair. Tahun 1877 dia menerima gelar doktor dalam sastra klasik
di Universitas Tubingen. Tonnies kemudian beralih ke filsafat, sejarah,
biologi, psikologi, ekonomi, dan mulai mempelajari sosiologi. Pada tahun 1881
dia memulai karirnya sebagai dosen swasta di Universitas Kiel
mengajar filsafat, ekonomi, dan statistik.
Dia menjadi
tersangka radikalisme di sebuah bentrokan dengan administrasi Universitas Kiel
tahun 1896 karena membuat massa mogok kerja. Pihak universitas menjanjikan
karir yang cemerlang untuk sarjana muda. Tahun 1909 konflik eksternal telah
diselesaikan dengan janji bahwa Tonnies akan mendapatkan gelar profesor penuh
bidang politik ekonomi di Universitas Kiel yang dimaksudkan untuk membantu
keuangan Tonnies sebagai ayah dari kelima anaknya. Pada kenyataannya Tonnies
tidak disebut profesor penuh sampai tahun 1913. Ia hanya menjadi profesor tamu
yang seringkali diundang di Universitas Kiel.
Tonnies turut
membangun institusi terbesar yang sangat berperan dalam sosiologi Jerman
bersama Max Weber, George Simmel, dan Werner Sombart, dalam melatarbelakangi
berdirinya German Sosiologycal Assocoation pada tahun 1909. Tonnies berhasil
menjadi Guru besar Emiritus di Universitas Kiel, tetapi pada tahun 1933 dia dicabut
dari status Guru Besar Emiritus. Ia wafat pada 9 april 1936 karena kediktoran
NAZI, semasa hidupnya ia aktif menentang gerakan NAZI di Jerman dan telah
menghasilkan 900 karya serta banyak menyumbang di bidang Sosiologi dan
Filosofi.
B.
Pengertian Sosiologi dan Masyarakat
menurut Ferdinand
Tonnies
Menurut
Ferdinand Tonnies masyarakat adalah karya ciptaan manusia itu sendiri seperti
yang ditegaskan oleh Tonnies dalam kata pembukaan bukunya. Masyarakat bukan
organisme yang dihasilkan oleh proses-proses biologis, bukan pula mekanisme
yang terdiri dari bagian-bagian individual yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan didorong oleh naluri-naluri spontan yang bersifat menentukan bagi
manusia. Masyarakat adalah usaha manusia untuk memelihara relasi-relasi timbal
balik yang mantap dan kemauan manusia mendasari masyarakat. Sehubungan dengan
kemauan itu, Tonnies kemudian membedakan antara Zweekwille, yaitu
kemauan rasional yang hendak mencapai tujuan dan Triebwille yaitu
dorongan batin berupa perasaan. Distingsi ini berasal dari Wilhelm Wundu.
Zweekwille adalah apabila orang
hendak mencapai suatu tujuan tertentu dan mengambil tindakan rasional ke arah
itu. Suatu no nonsense mentality menuntun seorang dalam
merencanakan langkah-langkah tepat untuk mencapai tujuan itu. Triebwille meliputi
sejumlah langkah atau tindakan yang tidak berasal dari akal budi saja,
melainkan dari watak, hati atau jiwa seseorang yang bersangkutan. Triebwille
bersumber pada selera, perasaan, kecenderungan psikis, kebutuhan biotis, tradisi,
atau keyakinan seseorang. Triebwille paling menonjol di kalangan petani, orang
seniman, rakyat sederhana, khususnya wanita dan generasi muda. Zweekwille lebih
menonjol di kalangan pedagang, ilmuan dan pejabat-pejabat serta generasi tua.
Ferdinand Tonnies terkenal dengan teorinya mengenai Gemeinschaft dan
Gesellschaft sebagai dua bentuk yang menyertai perkembangan kelompok-kelompok
sosial.
1.
Gemeinschaft (paguyuban)
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat
oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar
hubungan adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang juga bersifat nyata
dan organissebagaimana dapat diupamakan pada peralatan hidup tubuh manusia atau
hewan. Bentuk Gemeinschaft terutama dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok
kekerabatan, rukun tetangga, sahabat-sahabat, serikat pertukangan dalam abad
pertengahan, gereja, desa, dan sebagainya.
Sedangkan
menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi Gemeinschaft adalah bentuk hidup bersama yang lebih bersesuaian
dengan triebwille. Kebersamaan dan kerjasama tidak dilaksanakan untuk mencapai
suatu tujuan di luar, melainkan dihayati sebagai tujuan dalam dirinya.
Dalam hal
ini para anggota diperstukan dan disemangati dalam perilaku sosial mereka oleh
ikatan persaudaraan, simpati dan perasaan lainnya sehingga mereka terlibat
secara psikis dalam suka duka hidup bersama. Dengan kata lain bahwa mereka
sehati dan sejiwa.
Ferdinand
Tonnies berpendapat bentuk dari semua persekutuan hidup yang dinamakan
gemeinschaft itu adalah keluarga. Ada tiga soko guru yang menyokong
gemeinschaft, yaitu:
·
Gemeinschaft by blood
Yaitu gemeinschaft yang mendasarkan
diri pada ikatan darah atau keturunan. Contoh: kekerabatan,
masyarakat-masyarakat suatu daerah yang terdapat di daerah lain. Seprti Suku
Bangsa Sikep yang menetap di daerah Kudus, Blora, dan Pati.
·
Gemeinschaft of place
Yaitu gemeinschaft yang mendasarkan
diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk
dapat saling tolong menolong. Contoh: Organisasi Himpunan Mahasiswa.
·
Gemeinschaft of mind
Yaitu gemeinschaft yang mendasarkan
diri pada ideologi atau pikiran yang sama. Contoh: Anggota yang bernaung dalam
sebuah partai yang sama.
2.
Gesellschaft (patembayan)
Merupakan
bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok dan
biasanya untuk jangka waktu yang pendek. Gesellschaft
bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka, serta strukturnya bersifat
mekanis sebagaimana dapat diumpamakan pada sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft, misalnya saja, dalam
organisasi perdagangan, organisasi suatu pabrik atau organisasi dalam suatu
industry, organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa jika itu di lingkungan
kampus.
Sedangkan
menerut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi Gesellschaft merupakan tipe asosiasi dimana relasi-relasi
kebersamaan dan kebersatuan antara orang berasal dari faktor-faktor lahiriah
seperti persetujuan, peraturan, undang-undang dan sebagainya. Menurut Tonnies
teori Gesellschaft berhubungan dengan
penjumlahan atau kumpulan orang yang dibentuk atau secara buatan. Apabila
dilihat secara sepintas kumpulan itu mirip dengan Gemeinschaft yaitu sejauh para individual hidup bersama dan tinggal
bersama secara damai tetapi dalam Gemeinschaft
mereka pada dasarnya terus bersatu sekalipun ada faktor-faktor yang memisahkan,
sedang dalam Gesellschaft pada
dasarnya mereka tetap terpisah satu dari yang lain, sekalipun ada faktor-faktor
yang mempersatukan.
Tonnies
menegaskan, bahwa setiap relasi selalu mengungkapkan ketunggalan dalam
kebhinekaan, dan kebhinekan dalam ketunggalannya. Hanya dalam membuat suatu
deskripsi yang umum dan abstrak, kita mempertentangkan unsur yang satu terhadap
unsur yang lainnya. Misalnya, kita berkata bahwa seorang seniman mengharapkan
penghargaan, sedang seorang pedagang mengharapkan keuntungan. Ini suatu
pertentangan abstrak dan generalisasi. Sebab dalam kenyataan hidup kedua hal
tampak dalam keadaan tercampur. Seniman juga harus mencari uang dan si pedagang
sebagai manusia juga menginginkan penghargaan. Begitu pula dengan kedua
tipe masyarakat, mereka selalu berbentuk campuran. Pola interaksi yang berlaku
dalam gemeinschaft dan pola yang berlaku dalam gesellschaft tidak saling
menolak atau bertentangan satu sama lain. Tiap-tiap relasi mengandung dua
aspek, selalu ada dua hal yang kait mengkait dan tidak mungkin dipisahkan.
Namun demikian, dalam tipe gemeinschaft unsur hukum, peraturan, dan disiplin
kurang diperhatikan dan sama menonjol seperti dalam gesellschaft, sedang unsur
perasaan dan solidaritas, yang berasal dari penghargaan (triebwille) tidak
begitu menonjol dalam gesellschaft.
Paradigma
atau alasan Ferdinand Tonnies mengeluarkan teori tersebut adalah:
·
Paradigma Fakta Sosial
·
Paradigma Fenomena Sosial
·
Paradigma Tingkah Laku atau Perilaku
Sosial
Tonnies adalah salah satu contoh
langka penganut evolusionisme yang tak menganggap evolusi identik dengan
kemajuan. Menurutnya, evolusi terjadi secara berlawanan dengan kebutuhan
manusia, lebih menuju kearah memperburuk ketimbang meningkatkan kondisi kehidupan
manusia. Diantara penyebab terjadi perubahan itu adalah adanya kecenderungan
berfikir secara rasional, perubahan orientasi hidup, proses pandangan terhadap
suatu aturan dan sistem organisasi.
Keunikan pendekatan Tonnies terlihat
dari sikap kritisnya terhadap masyarakat modern (Gesellschaft), terutama
nostalgianya mengenai kehidupan tipe komunitas/kelompok/asosiasi (Gemeinschaft)
yang lenyap. Bagi Tonnies faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan masyarakat
seperti prinsip evolusi yang ia miliki adalah adanya kecenderungan berpikir
secara
Georg Simmel
Georg
Simmel adalah sosiolog dan filsuf
Jerman yang sering disebut sebagai salah satu dari The
Founding Father Sosiologi. Lahir pada 1 Maret 1858 di Berlin, sebagai
anak bungsu dari 7 bersaudara. Ayahnya adalah seorang pelaku bisnis Yahudi yang
kaya dan menganut agama Kristen. Ayahnya meninggal ketika Georg masih sangat
kecil.
Dalam
menjalani kehidupan akademis Simmel mendapat dukungan dari Julius
Friedlander (sahabat dari keluarganya) yang menjadi penerbit dalam bidang
musik. Pada tahun 1876 Georg Simmel memasuki universitas
Berlindan belajar psikologi, sejarah, filsafat dan bahasa Italia. Tahun 1881,
ia mendapat gelar doktor melalui disertasinya yang berjudul “Description
and Asseement of Kant’s Various On The Nature of Matter”. Selama 15
tahun sebelum tahun 1900, Simmel mengajar sebagai privat dozent (dosen
tanpa bayar) di universitasBerlin. Meskipun ia berkali-kali melamar untuk
mengajar pada sejumlah perguruan tinggi termasuk universitasHeidelbergdimana ia
mendapat dukungan dari Marx Weber tetapi ditolak.
Sikap
anti Semitdan sikap konservatif para akademisi membuat ia sangat terlambat
meniti karier akademisnya, sehingga pada tahun 1914 saat berumur 56 tahun, ia
baru mendapatkan gelar professor penuh pada universitas Strasbourgh. Empat
tahun kemudian, tepatnya 28 September 1918 ia meninggal di Berlin.
Konteks Sosial dan Pengaruh Intelektual
Pada
masa Simmel hidup, Berlin merupakan suatu pusat penting untuk pelbagai aliran
intelektual. Tentu saja, aliran ini mempengaruhi perkembangan intelektual
Simmel. Selain aliran intelektual yang berkembang, pada saat itu Jerman
mengalami perkembangan yang meledak dalam industri kapitalis dan urbanisasi
yang meningkat pesat di Berlin adalah pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Kehidupan
intelektual cenderung memisahkan diri dari kehidupan sosial praktis dan
politik. Dalam keadaan demikian Simmel memperlihatkan ketidakterlibatannya
dalam bidang politik. Jika Simmel berbicara tentang masalah sosial politik atau
ekonomi maka hal itu digunakan untuk menggambarkan pokok-pokok pemikiran
teoritisnya yang umum.
Tokoh-tokoh
yang mempengaruhi pemikiran Simmel adalah Spencer mengenai kompleksitas sosial yang
semakin bertambah. Imanuel Kant yang tercermin dalam pembedaan antara bentuk
dan isi sedangkan Hegel mengenai analisa yang bersifat dialektika.
Munculnya Masyarakat Melalui Interaksi
Simmel
memberikan suatu konsep tentang masyarakat melalui interaksi timbal balik.
Masyarakat dipandang lebih daripada hanya sebagai suatu kumpulan individu
sebaliknya masyarakat menunjuk pada pola interaksi timbal balik antara
individu. Pendekatan Simmel meliputi pengidentifikasian dari penganalisaan
bentuk-bentuk yang berulang atau pola-pola “sosiasi” (sociation).
Sosiasi adalah terjemahan dari kata “ Vergesellschaftung (Jerman), yang
secara harafiah berarti proses dimana masyarakat itu terjadi. Dengan demikian
jika individu-individu saling berhubungan dan saling mempengaruhi, maka
terbentuklah suatu masyarakat. Proses interaksi timbal balik itu bisa bersifat
sementara dan berlangsung lama.
Syarat-syarat
munculnya interaksi;
–
Emosi identik dengan kemauan yakni yang mendorong seseorang untuk berinteraksi.
–
Nomos atau Hukum yang mengikat suatu interaksi.
Bentuk VS Isi dari Proses Interaksi
Simmel
memberikan suatu konsep tentang masyarakat melalui interaksi timbal balik.
Masyarakat dipandang lebih daripada hanya sebagai suatu kumpulan individu
melainkan masyarakat menunjuk pada pola interaksi timbal balik antar individu.
Pokok perhatian Simmel dari interaksi sosial bukanlan isi melainkan bentuk dari
interaksi sosial itu sendiri. Simmel memiliki pandangan seperti itu karena
menurutnya dunia nyata tersusun dari tindakan dan interaksi.
Pembedaan
bentuk dan isi interaksi dapat dilihat dalam beberapa hal sebagai berikut:
Sosiabilita
Sosiasi
atau interaksi yang dipisahkan dari isinya menghasilkan sosiabilita, dimana
sosiabilita sebagai bentuk yang murni merupakan interaksi yang terjadi demi
interaksi itu sendiri dan bukan yang lain. Sebagai contoh, silahturahmi pada
waktu lebaran. Sekalipun mempunyai pekerjaan yang sama tetapi ketika mereka
bersilahturami, mereka tidak akan membicarakan masalah pekerjaan tetapi mungkin
hal yang ringan karena pokok pembicaraan tidak sepenting kenyataan yang menjadi
dasar bagi bentuk sosiabilita.
Hubungan
Seksual
Contoh
lain yang memperlihatkan pembedaan antar bentuk dan isi adalah orang yang berpacaran.
Sebagai suatu bentuk yang murni, pacaran tidak mencakup interaksi sosial
sosiabel yang mungkin mendahului sosial. Dalam berpacaran masing-masing pihak
akan menampilkan perilaku yang merangsang dan memberi kesan daya tarik seksual
yang ada pada saat itu, dan sekaligus dengan caranya sendiri menahan untuk
berbuat. Dengan cara ini orang yang berpacaran dapat menikmati bentuk hubungan
seksual yang menarik tanpa memasukkan isi dari hubungan seperti itu.
Pentingnya
Bentuk dan Sosiologi
Simmel
membedakan antara bentuk dan isi hubungan sosial. Sosiologi dibedakan dari
ilmu-ilmu sosial lainnya. Oleh karena fokusnya tertuju pada bentuk sedangkan
ilmu-ilmu lainnya dirumuskan oleh isinya. Simmel menyajikan sejumlah
sketsa sosiologis dimana bentuk-bentuk tertentu diidentifikasikan,
dianalisa, kadang-kadang dibagi menjadi lebih kecil atau dibandingkan secara
kontras dengan bentuk-bentuk yang berhubungan.
Superordinasi
dan Subordinasi
Superordinasi
dan subordinasi memiliki hubungan timbal balik. Superordinasi tidak ingin
sepenuhnya mengarahkan pikiran dan tindakan orang lain, justru superordinasi
berharap pihak yang tersubordinasi bereaksi secara positif atau negatif. Bentuk
interaksi ini tidak mungkin ada tanpa hubungan timbal balik. Bahkan dalam
hubungan sosial yang eratpun sering terjadi ketegangan-ketegangan atau konflik.
Bentuk
Superordinasi dan Subordinasi dapat dibedakan antara lain :
- Subordinasi di bawah seorang individu dan struktur kelompok.
Orang
dapat disubordinasi oleh individu, kelompok, atau kekuatan objektif.
Kepemimpinan oleh individu tunggal umumnya mengarah pada kelompok tertutup yang
menentang pemimpin. Simmel dalam hal ini hendak membedakan subordinasi yang
dibawah seorang individu dan subordinasi dibawah suatu prinsip umun.
- Subordinasi di bawah lebih dari satu orang.
Subordinasi
lebih dari satu orang lebih ojektif daripada subordinasi di bawah satu orang.
Objektivitas ini menghasilkan perlakuan yang lebih adil (merata) terhadap
subordinat. Oleh sebab itu, subordinasi lebih dari satu orang ternyata lebih
disukai.
- Subordinasi dibawah suatu prinsip ideal
Subordinasi
dibawah suatu prinsip ideal adalah subordinasi dibawah suatu prinsip umun.
Misalnya pemerintah yang berdasarkan hukum. Subordinasi yang seperti ini lebih
disukai dari subordinasi pada orang sebagai individu, oleh sebab subordinasi
yang seperti ini membatasi adanya kesewenangan dari seseorang. Hubungan antara
superordinat dan subordinat dalam subordinasi ini diatur oleh prinsip-prinsip
objektif atau hukum-hukum dimana kedua belah pihak harus taat. Dalam
subordinasi yang seperti ini mengurangi sistem dominasi superordinat.
- Subordinasi dan kebebasan individu.
Subordinasi
seringkali dipahami sebagai suatu keadaan yang menekan kebebasan subordinat.
Memperoleh kebebasan kelihatannya menuntut hilangnya pembedaan antara
superordinat, tetapi Simmel menunjukkan bahwa kebebasan tidak harus sejalan
dalam suatu dasar jangka panjang. Bagi subordinat kebebasan berarti memiliki
privelese yang ada pada superordinat untuk menguasai. Dengan demikian perjuangan
subordinat untuk memperoleh kebebasan bukan untuk menghilangkan bentuk
superordinasi dan subordinasi, melainkan supaya subordinat memperoleh posisi
superordinat.
Konflik dan Kekompakan
Konflik
adalah sesuatu yang alamiah. Dalam hubungan superordinat dan subordinat
dimungkinkan terjadinya konflik bahkan dalam hubungan sosial yang erat
sekalipun sering terjadi konflik atau ketegangan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa konflik sebagai salah satu bentuk dasar interaksi.
Salah
satu aspek yang menjadi fokus perhatian Simmel dalam mengkaji perilaku orang
adalah bahasannya tentang konflik. Sama halnya dengan Marx, Simmel memandang konflik terjadi
dimana-mana dan karenanya menjadi sasaran utama analisisnya dalam istilah
formal. Tulisan yang paling terkenla tentang konflik, Simmel menguraikan
usahanya untuk meneliti konsekuensi positif dalam suatu konflik, terhadap
pemeliharaan keutuhan sosial dan sub-unit mereka. Signifikansi sosiologis dari
konflik, secara prinsipil belum pernah disangkal. Konflik dapat menjadi
penyebab pengubah kelompok-kelompok kepentingan, organisasi dan lainnya.
Kadang-kadang agak membingungkan untuk mempermasalahkan apakah konflik memang merupakan
suatu bentuk kerjasama, terlepas dari hasil atau akibatnya. Akan tetapi,
apabila suatu interaksi antar manusia merupakan kerjasama, maka konflik harus
dianggap sebagai suatu bentuk kerjasama.
Dalam
kenyataannya faktor kebencian, kecemburuan memang merupakan faktor penyebab
terjadinya konflik. Dengan demikian konflik ada untuk mengatasi pelbagai
dualisme yang berbeda, oleh karena merupakan salah satu cara untuk mencapai
taraf keseragaman tertentu, walaupun cara demikian meniadakan salah satu pihak
yang bersaing.
Bentuk-Bentuk Konflik Alternatif dan Akibat Sosial
Menurut
Simmel konflik mempunyai banyak bentuk antara lain ; pertandingan,
antagonistik, konflik hukum, konflik mengenai prinsip-prinsip dasar, konflik
antar pribadi, konflik dalam hubungan yang intim dan konflik yang mengancam
untuk mengacaukan suatu kelompok. Bentuk konflik pertandingan antagonistik,
konflik hukum, merupakan konflik mengenai prinsip-prinsip dasar. Kesatuan itu
ada karena persetujuan mereka terhadap peraturan-peraturan dasar yang mengatur
konflik itu, sedangkan konflik antar pribadi yang mempunyai hubungan intim
sumber kesatuannya.
EMILE DURKHEIM
Lahir di Epinal propinsi Lorraine, Perancis Timur pada tanggal 15 April 1858. Dia termasuk dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi Sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
Dia dilahirkan dalam keluarga agamis namun pada usia belasan tahun minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis. Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut dia merupakan mahasiswa yang serius dan kritis, kemudian pemikiran Durkeim dipengaruhi oleh dua orang profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887. Kemudian masih pada tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang akademik karena prestasinya itu dia dirgai dan diangkat sebagai ahli ilmu sosial di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu sosial di universitas Bourdeaux.
Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Sociological Method. Tahun 1896 diangkat menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang ilmu sosial.
Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (Le-Suicide) dan mendirikan L’AnĂ©e Sociologique (jurnal ilmiah pertama tentang Sosiologi). Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906 dipromosikan sebagai profesor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun keudian (1912) menerbitkan karya keempatnya yaitu The Elementary Forms of Religious Life. Satu tahun setelahnya (1913) kedudukannya diubah menjadi professor ilmu Pendidikan dan Sosiologi. Pada tahun ini Sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan yang sangat terhormat di Prancis.
Tahun 1915 Durkheim mendapat musibah, putranya (Andre) cedera parah dan meninggal. Pada 15 November 1917 (pada usia 59 tahun) Durkheim meninggal sesudah menerima penghormatan dari orang-orang semasanya untuk karirnya yang produktif dan bermakna, serta setelah dia mendirikan dasar Sosiologi ilmiah
.
B. Teori-teori Emile Durkheim
1. Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
a. solidaritas mekanis
solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum represif karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap system moral kolektif. Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
b. solidaritas organic
masyarakat solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif. Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional terhadap pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang.
Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.
2. Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
3. Teori Bunuh Diri (Suicide)
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:
a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama
Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga
Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik
Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil.
Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan politik.
Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:
a. Bunuh Diri Egoistis
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya.
Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
b. Bunuh Diri Altruistis
Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. contoh lain bunuh diri di Jepang (Harakiri).
Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi mengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya.
c. Bunuh Diri Anomic
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan.
Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan.
Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya melekatkan diri.
d. Bunuh Diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.
Hubungan Empat Jenis Bunuh Diri menurut Durkheim
Integrasi Rendah Bunuh diri egoistis
Tinggi Bunuh diri Altruistis
Regulasi Rendah Bunuh diri anomic
Tinggi Bunuh diri fatalistis
4. Teori tentang Agama (The Elemtary Forms of Religious Life)
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan ”a unified system of belief and practices relative to sacret things”, dan selanjutnya “ that is to say, things set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single moral community called church all those who adhere to them.” Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat). Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah kembali.
C. Kritik Terhadap Emile Durkheim
Durkheim mendapat kritik terhadap jalan pikirannya yang tidak kenal kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang membentuk individu-individu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya dianggap berat sebelah. Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab teori-teorinya bukan tak berdasar, melainkan diperoleh dari penelitian-penelitian langsungnya dan dengan metode-metode scientific….
Komentar
Posting Komentar
komentar disini ya, bosskuh