assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
apa kabar sahabat cerdas??...
kali ini saya akan menyajikan kepada sahabat cerdas sebuah tulisan yang berjudul:
B. Kehidupan Politik
KERAJAAN
BANJAR
(ABAD XVI – XIX
MASEHI)
KERAJAAN
TERNATE DAN TIDORE
(ABAD XIV – XVII
MASEHI)
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK
2
TOPAN
LEGI
TEDI
M. RISQHI
ZAIRY M.S
KELAS
XI IPS 2
SMA NEGERI 1 PUDING BESAR
TAHUN AJARAN 2019/2020
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmatnya kepada kita semua sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.,
Karya tulis ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan
tugas. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuannya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami sangat menyadari bahwa Karya tulis ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh
Karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata semoga Karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
dan khususnya bagi para siswa sebagai sarana pembelajaran.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN BANJAR
Kerajaan Ternate danTidore
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari
pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan laut, hal ini menyebabkan
sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama penghubung antar pulau. Pelayaran
ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas perdagangan. Pelayaran
perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, bukan hanya dalam wilayah
Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia.
Agama Hindu-Budha diperkirakan
masuk ke Indonesia pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari
India. Raja-raja dan para bangsawan yang pertama kali menganut agama ini
kemudian membangun kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan
Kutai yang terletak di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat,
Kerajaan Holing, Kerajaan Melayu di Sumatra Selatan dan berpusat di Jambi,
Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari,
Kerajaan Bali dan Pajajaran, serta Kerajaan Majapahit.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Banjar dan Ternate dan Tidore?
2.
Di mana lokasi Kerajaan Banjar dan Ternate dan Tidore?
3.
Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Banjar dan Ternate dan Tidore?
BAB
II
PEMBAHASAN
KERAJAAN
BANJAR
Sultan
Suriansyah merupakan raja pertama dari Kerajaan Banjar dan raja pertama yang
memeluk agama Islam. Agama Islam merupakan agama Negara dan menempatkan
kedudukan para ulama pada tempat yang terhormat dalam Negara. Kedudukan agama
Islam sebagai agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan
Adam Al-Wasik Billah yang mengeluarkan Undang-Undang Negara pada tahun 1835
yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Sultan Adam, yang mana dalm
Undang-Undang tersebut terlihat jelas bahwa sumber hukum yang dipergunakan
adalah hukum Islam. Oleh karena itu, kerajaan Banjar disebut juga sebagai
kerajaan Islam, dan oleh karena itu pulalah urang Banjar dikenal sebagai orang
yang beragama Islam.
Kerajaan
Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan.
Kerajaan tertua yang pernah ada adalah kerajaan Tanjungpura atau Tanjungpuri,
sebuah kerajaan migrasi orang-orang Melayu dengan membawa unsur kebudayaan
Melayu dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Banyak pendapat
yang berbeda tentang dimana lokalisasi kerajaan Tanjungpura ini. Salah satu
diantaranya ada yang berpendapat bahwa Tanjungpura merupakan kota Tanjung
ibukota Kabupaten Tabalong sekarang ini.[3] J.J. Ras menyebutkan bahwa Tanjung
merupakan sebuah daerah tempat imigrasi Melayu yang pertama ke Kalimantan. Mpu
Prapanca menyebutkan dalam Negarakartagama (1365) dengan nama Nusa Tanjung
Negara dan ini identik dengan Pulau Hujung Tanah, dengan kota terpenting adalah
Tanjungpuri. Pada bagian llain Mpu Prapanca menyebutkan nama Bakulapura adalah
nama lain dari bahasa Sanskerta untuk menyebutkan nama Tanjungpura. Kalau
kerajaan Tanjungpura merupakan migrasi Orang Melayu Sriwijaya, hal ini berarti
puela ahwa ke daerah ini telah masuk unsur kebudayaan agama Budha sebagai agama
dari kerajaan Sriwijaya. Migrasi Melayu ke Kalimantan diperkirakan antara abad
ke 12-13 Masehi.
Pada
abad ke-13 muncul pula kerajaan Negara Dipa yang kemudian diganti oleh Negara
Daha. Negara Dipa berlokasi di sekitar Amuntai sedangkan Negara Daha berlokasi
sekitar Negara sekarang. Kedua kerajaan ini bercorak Hindu dengan peninggalan
Candi Agung dan Candi Laras. Negara Dipa merupakan kerajaan migrasi dari Jawa
Timur sebagai akibat dari peperangan antara Ken Arok dengan raja Kertajaya yang
dikenal dengan Perang Ganter.[4]
Dalam
abad ke-16 muncul perkembangan baru dengan lahirnya kerajaan Banjar yang
bercorak Islam di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai
abad ke-19 merupakan kerajaan Islam merdeka dengan nation baru bangsa Banjar
sebagai warganegara dari sebuah kerajaan (1859-1915) maka bangsa Banjar sebagai
warganegara dari sebuah kerajaan merdeka juga ikut lenyap, dan turun derajatnya
menjadi bangsa jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang
Banjar.[5]
C. SISTEM
PEMERINTAHAN KERAJAAN BANJAR
Sebelum
Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu diambil silih
berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar memulai kembali
tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya, sedangkan jabatan Mangkubumi
(jabatan tertinggi setelah raja) diputuskan dari rakyat biasa yang mempunyai
jasa besar terhadap kerajaan. Saudara raja dapat menjadi Adipati (raja kecil di
daerah kekuasaan/taklukan) tetapi mereka tetap di bawah Mangkubumi. Kaum
bangsawan yang bergelar Pangeran dan Raden boleh selalu ikut serta dalam sidang
membicarakan masalah negara dan ikut serta memberikan kesejahteraan bagi
rakyat.
Mangkubumi
dalam perkembangannya disebut juga Perdana Menteri kemudian berkembang pula
sebutan Wazir, ketiga sebutan ini memiliki tingkat jabatan yang sama hanya
berbeda nama. Sebutan untuk sultan dalam penyebutan acara resmi adalah Yang
Mulia Paduka Seri Sultan. Calon pengganti Sultan disebut Pangeran Mahkota, pada
masa pemerintahan Sultan Adam disebut Sultan Muda.[6]
Kerajaan
Ternate danTidore
A. Letak Kerajaan
Secara geografis Kerajaan Ternate dan Tidore memiliki
letak yang sangat penting dalam dunia perdagangan pada masa itu. Kedua kerajaan
ini terletak di daerah Kepulauan Maluku.
Pada masa itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar, sehingga dijuluki sebagai "the Spice Island". Rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran perdagangan saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang ke daerah Timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Oleh karena itu/ muncullah hasrat untuk menguasai rempah-rempah tersebut.Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pada masa itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar, sehingga dijuluki sebagai "the Spice Island". Rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran perdagangan saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang ke daerah Timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Oleh karena itu/ muncullah hasrat untuk menguasai rempah-rempah tersebut.Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
B. Kehidupan Politik
Di Kepulauan Maluku banyak terdapat kerajaan kecil, di
antaranya Kerajaan Ternate sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu persekutuan lima
bersaudara dengan wilayahnya mencakup pulau-pulau Ternate, Obi, Bacan, Seram,
dan Ambon. Sementera itu, Kerajaan Tidore memimpin Uli Siwa, yang berarti
persekutuan sembilan bersaudara dengan wilayahnya mencakup pulau-pulau Makayan,
Jahilolo atau Halmahera, dan pulau-pulau di antara daerah itu sampai dengan
Irian Barat.
Ketika bangsa Portugis masuk ke Maluku, Portugis langsung
memihak dan membantu Ternate pada tahun 1521. Hal ini dikarenakan Portugis
mengira Ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa Spanyol yang ketika datang di
Maluku langsung membantu Tidore. Terjadilah perselisihan antara kedua bangsa kulit
putih tersebut di daerah Maluku. Untuk menyelesaian perselisihan kedua bangsa
itu, Paus turun tangan dan menen-tukan garis batas wilayah timur melalui
Perjanjian Saragosa. Dalam Perjanjian Saragosa dinyatakan bahwa bangsa Spanyol
harus meninggalkan Maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap
menguasai daerah-daerah di Maluku. Sultan Hairun Untuk dapat memperkuat
kedudukannya di Maluku, Portugis mendirikan benteng yang diberi nama Benteng
Santo Paulo. Namun semakin lama tindakan Portugis semakin dibenci oleh rakyat
dan bahkan oleh para pejabat Kerajaan Temate. Sultan Hairun, penguasa Ternate,
semakin bertambah bend (anti) melihat tindakan-tindakan dan gerak-gerik bangsa
Portugis. Oleh karena itu. Sultan Hairun secara terang-terangan menentang
politik monopoli dari bangsa Portugis.
Sultan Baabullah Dengan kematian Sultan Hairun, rakyat
Maluku di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun), bangkit
menentang Portugis. Tahun 1575 M, Portugis dapat dikalahkan dan diberi
kesempatan untuk meninggalkan benteng.
Pada tahun 1578 M, bangsa Portugis juga ingin mendirikan benteng di Ambon, tetapi tidak lama kemudian bangsa Portugis pindah ke daerah Timor Timur dan berkuasa di sana sampai tahun 1976. Sesudah tahun 1976 wilayah Timor Timur berintegrasi ke dalam wilayah Republik Indonesia hingga tahun 1999. Akan tetapi, setelah melalui jejak pendapat 1999, rakyat Timor-Timur memilih merdeka.
Pada tahun 1578 M, bangsa Portugis juga ingin mendirikan benteng di Ambon, tetapi tidak lama kemudian bangsa Portugis pindah ke daerah Timor Timur dan berkuasa di sana sampai tahun 1976. Sesudah tahun 1976 wilayah Timor Timur berintegrasi ke dalam wilayah Republik Indonesia hingga tahun 1999. Akan tetapi, setelah melalui jejak pendapat 1999, rakyat Timor-Timur memilih merdeka.
C. Kehidupan
Ekonomi
Tanah di
Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan
hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada
abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan
komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku
mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan
turut mendukung perekonomian masyarakat.
Pada abad ke-14 M di kawasan Maluku Utara telah berdiri
empat kerajaan terkenal, yaitu Jailolo, Ternate, Tidore, dan Bacan.
Masing-masing kerajaan dikepalai oleh seorang kolano. Menurut cerita rakyat
Maluku, keempat kerajaan tersebut berasal dari satu keturunan, yaitu Jafar
Sadik. Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Ternate peranannya lebih
menonjol karena penduduknya bertambah banyak dan berhasil mengembangkan
perdagangan rempah-rempah. Rempah-rempah adalah tanaman yang memiliki zat yang
dapat digunakan untuk member bau atau rasa khusus kepada makanan (menjadi bumbu
masak) dan dimanfaatkan untuk pengobatan serta dapat juga menghangatkan tubuh.
Contoh rempah-rempah, yaitu cengkih dan lada. Pada saat itu, rempah-rempah
umumnya diperlukan bangsa-bangsa Eropa sehingga harganya cukup tinggi dan telah
membuat makmur rakyat di Maluku.
Kemajuan Kesultanan Ternate ternyata membuat cemburu
kerajaan-kerajaan lain di Maluku. Beberapa kali Ternate dan Tidore, Bacan, dan
Jailolo terlibat dalam peperangan memperebutkan hegemoni rempah-rempah. Akan
tetapi, mereka mampu mengakhirinya di dalam perundingan di Pulau Motir. Dalam
Persetujuan Motir ditetapkan Ternate menjadi kerajaan pertama, Jailolo kedua,
Tidore ketiga, dan Bacan yang keempat.
Pada pertengahan abad ke-15 M kegiatan perdagangan
rempah-rempah di Maluku semakin bertambah ramai. Banyak sekali pedagang Jawa,
Melayu, Arab, Cina dan India yang dating ke Maluku untuk membeli rempah-rempah.
Sebaliknya, mereka membawa beras, tenunan, gading, perak, manic-manik, dan
piring mangkuk berwarna biru buatan Cina. Bangsa-bangsa di Maluku amat
membutuhkan barang tersebut, terutama beras karena areal Maluku lebih banyak
digunakan untuk penanaman rempah-rempah daripada penanaman beras.
Kerajaan-kerajaan di Maluku sangat akrab dalam menjalin hubungan ekonomi dengan
para pedagang dari Jawa semenjak zaman Kerajaan Majapahit. Bandar-bandar
seperti Surabaya, Gresik, dan Tuban sering sekali dikunjungi para pedagang
Maluku. Sebaliknya, pedagang-pedagang dari Jawa datang ke Maluku untuk membeli
rempah-rempah. Hubungan kedua belah pihak ini sangat berpengaruh terhadap
proses penyebaran agama Islam ke Maluku.
Di dalam kitab Sejarah Ternate diterangkan bahwa Raja
Ternate yang pertama kali menganut agama Islam adalah Zainal Abidin (1465-1486
M). Sultan Zainal Abidin semasa belum masuk Islam bernama Gapi Buta dan setelah
meninggal beliau disebut Sultan Marhum. Raja Tidore yang pertama kali masuk Islam
adalah Cirililiyah yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin.
Ketika Ternate di bawah kekuasaan Sultan Ben Acorala dan
Tidore di bawah Sultan Almancor, keduanya berhasil mengangkat kerajaan menjadi
negeri yang sangat makmur dan sangat kuat. Kedua bangsa ini memiliki ratusan
perahu kora-kora yang digunakan untuk berperang ataupun mengawasi lautan
yang menjadi wilayah dagangnya. Di ibukota Ternate, yaitu Sampalu banyak
didirikan rumah-rumah di atas tiang yang tinggi-tinggi dan keratin yang dikelilingi
pagar-pagar. Begitu juga kota di Tidore yang dikelilingi pagar tembok, parit,
benteng, dan lubang perangkap sehingga sukar untuk ditembus musuh. Ternyata,
kemajuan kedua kesultanan tersebut menjurus kepada perebutan pengaruh dan
kekuasaan terhadap daerah di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam abad ke-17 M
muncullah dua buah persekutuan yang terkenal dengan sebutan Uli Lima danUli
Siwa. Persekutuan Uli Lima dipimpin oleh Ternate dengan anggota Ambon, Bacan,
Obi, dan Seram. Persekutuan Uli Siwa dipimpin oleh Tidore dengan anggota yang
mencakup Makean, Halmahera, Kai, dan pulau-pulau lain hingga ke Papua bagian
barat.
Kesultanan Ternate mencapai puncak kejayaan ketika
dipimpin oleh Sultan Baabullah, sedangkan Kesultanan Tidore di bawah pimpinan
Sultan Nuku. Persaingan di antara kedua kesultanan tersebut dimanfaatkan oleh
bangsa-bangsa asing dari Eropa terutama Spanyol dan Portugis dengan cara
mengadudombakannya. Tujuannya tidak lain adalah ingin memonopoli daerah
rempah-rempah tersebut.
D. KehidupanSosial
Kedatangan
bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan
mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama
katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di
Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.Seperti
sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai
pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan
agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan
antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka
pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis
dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah
masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama
Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan
masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin
tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini
menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda.
Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan
tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada
zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang
Kompeni Belanda.
E. KehidupanBudaya
Rakyat Maluku,
yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak
mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan.
Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak
dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
1.
Kerajaan Ternate
Awal
Perkembangan Kerajaan Ternate
Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate.
Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain
Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo,
Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan
Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang,
baik dari Nusantara maupun pedagang asing.
Kemunduran
Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba
dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol
) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba
oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir
Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2. KerajaanTidore
Awal
Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan tidore
terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan
Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada
tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang
dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau
Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Raja Tidore
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805
M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan
Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan
Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang
biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu,
Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun
Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore
cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan
Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat
menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
Kemunduran
Kerajaan Tidore
Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba
dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis
) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba
oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir
Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
BAB
III
PENUTUP
B. Kesimpulan
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat
hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India,
Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari
India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa
terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari
Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4
di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini
pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibu
kotanya Palembang sekitar tahun 670.
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331
hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan
atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir
seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi
hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya
ajaran Islam pada sekitar abad ke-12,
melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatra dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan
tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit,
sekaligus menandai akhir dari era ini.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar
komentar disini ya, bosskuh